Jumat, 28 Oktober 2016

Kalimat Berbohong



TIBA-TIBA saya dibisiki teman saya, "Ada petugas karcis yang enggak pakai rok." Karena lagi berkendara, saya tidak menanggapi walaupun sebenarnya penasaran. Setiba di tempat parkir, kawan itu kembali berpromosi mengulang kalimat itu. Saya pun merespons, "Petugas yang mana?" Sambil tertawa lega ia pun menjawab, "Petugas yang laki-laki."
Sekarang bukan ceritanya yang membuat saya tertarik, melainkan kalimat itu sendiri. Bila tanpa logika berbahasa, kita pasti sangat bernafsu mengomentari kalimat tadi. Rasa ingin tahu pasti menggugah. Setidaknya hati kecil berbisik, Masak ada petugas karcis yang enggak pakai rok?
Mengapa saya terpengaruh? Hal itu bisa saja karena saya dan teman saya tidak dalam pengalaman berbahasa yang sama. Frasa tidak pakai rok bagi sang teman adalah bisa petugas laki-laki. Sebaliknya bagi saya, rok hanya identik dengan kaum Hawa.
Kalimat candaan tersebut bisa jadi menguji nalar kita untuk merespons. Apakah kita dapat menangkap pesan gramatikal yang memang menjadi sebuah tujuan yang hendak ditransfer kepada pendengar.
Boleh jadi sebuah kalimat "Setelah ditangkap, polisi membawa penjahat itu" merupakan kalimat yang bernalar salah. Kalau kita runut secara makna, Anda pasti mengurai bahwa yang ditangkap adalah penjahat lalu dibawa polisi. Pendapat yang Anda ajukan benar. Sebaliknya, dari segi struktur, kalimat itu berbohong karena yang ditangkap justru polisi, bukan penjahat. Mengapa demikian?
Secara normatif, kalimat rumpang memang dimungkinkan, terutama untuk menghindari penggunaan kata yang mubazir dalam kalimat bertingkat. Oleh karena itu, kalimat rumpang pada setelah ditangkap secara substitusi bisa ditambahkan dengan subjek kalimat itu, yakni polisi. Kalimat tadi menjadi 'Setelah (polisi) ditangkap, polisi membawa penjahat itu'. Kalau sudah demikian, Anda akan bilang kalimat itu salah, kan?
Kesalahan mendasar kalimat 'Setelah ditangkap, polisi membawa penjahat itu' terletak pada ketidakparalelan menggunakan bentuk kata. Ragam pasif pada anak kalimat seharusnya diikuti klausa atasan, yaitu kata membawa diganti dibawa. Berlaku juga untuk sebaliknya. Kalimat ubahan 'Setelah ditangkap, penjahat dibawa (oleh) polisi' lebih bernalar, baik secara makna maupun struktur.
Tidak jauh berbeda dengan contoh kalimat di atas, kalimat 'Taufik Hidayat memenangkan pertandingan itu' juga kalimat berbohong. Setelah membaca kalimat itu, Anda spontan akan mengatakan bahwa yang menang adalah Taufik Hidayat. Tapi tunggu dulu. Penggunaan imbuhan me-kan pada kata memenangkan ternyata bermakna benefaktif, yakni 'berbuat untuk orang lain'. Ini berarti subjek kalimat itu tidak menang, tetapi justru memberikan kemenangan pada kata pertandingan. Jika ingin bernalar, imbuhan me-kan pada kata memenangkan diubah dengan me-i, menjadi 'Taufik Hidayat memenangi pertandingan itu'. Sebaliknya pada kalimat 'Manajer itu membawahkan staf yang rajin-rajin' justru kalimat bernalar. Tidak berbohong seperti kalimat sebelumnya. Mengapa demikian?
Imbuhan me-kan pada kata membawahkan tidak lagi bermakna benefaktif seperti kata memenangkan, tetapi bermakna kausatif (membuat jadi). Ini berarti objek kalimat itu memang di bawah subjeknya. Sebaliknya akan salah bila diganti membawahi.
Kalimat yang saya uraikan tersebut merupakan contoh kecil kesalahan kita menghubungkan fakta dengan bahasa. Pengungkapan yang tidak berdasarkan fakta inilah yang dikatakan berbohong. Ini berarti kemampuan berbahasa tidak dapat merealisasikan kemampuan berpikir. Mungkin juga kemampuan berbahasa mengingkari fakta dalam pikiran penulis atau pembicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar