Kata Bali (banyak liburan) tertulis apik di cendera mata yang saya
pilih. Entah kenapa kata itu seperti pantas untuk disandangkan bila terkait
dengan Kota Bali. Akronim itu tentu sebuah kreativitas yang unik, menggelitik,
dan menarik. Semua yang membaca akronim itu tentu sedikit berpikir bahwa Bali
memang identik dengan liburan. Tempat berlibur yang menyenangkan. Memikat semua
wisata untuk beta berlama-lama di Bali. Jadi, sebuah kepantasan bila Bali
berakronim banyak liburan.
Sebetulnya akronim seperti di atas memang terasa lazim kita dengar.
Ada yang menyangkut daerah atau suku, nama makanan, bahkan hal yang lain di
seputaran kampus. Tak jarang pula akronim itu tren di dunia bahasa. Sebutkan
saja akronim sembako (sembilan bahan pokok), juklak (petunjuk pelaksana), dan
amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Tiga akronim ini sesak kita temui
di koran atau media online.
Seperti halnya Bali (banyak liburan), akronim menyangkut daerah
berikut ini pun juga tak jarang membuat kita tersenyum. Identik dengan daerah
itu. Misalnya, kata Sunda yang dibuatkan akronim suka dandan. Entah serta-merta
atau kreativitas, akronim itu cocok untuk mewakili daerah Sunda, yakni gadis
remaja terlihat cantik dengan dandanan yang menarik. Kadang juga sedikit menor,
tapi tetap indah.
Di tanah Sunda ini pun banyak akronim lain yang berkaitan dengan
makanan dari sagu (disebut aci),
seperti cilok (aci dicolok/makanan
berbahan sagu yang tusuk lidi). Ada juga aci
digoreng (cireng), oncom di jero (combro),
cimol (aci dikemol), dan banyak lagi.
Lain lagi akronim kata Padang. Entah sejak kapan atau siapa yang
memulai, kata itu diakronimkan dari pandai dagang. Realitas di tengah
masyarakat pun memang masyarakat yang berasal dari Padang, Sumatra Barat,
banyak yang berprofesi sebangai pedagang.
Tak ketinggalan di seputaran kampus. Akronim jakun (jakit kuning),
kutek (Kukusan Teknik), mapala (mahasiswa pencinta alam), dan banyak lagi akronim lain merupakan sebuah
kreativitas menggunakan kata.
Selain akronim, ada kata yang dipendekkan, disingkat, dan
digabungkan sehingga membentuk kata baru. Karena kuatnya proses turunan itu,
sering pula kata baru tidak dapat dengan mudah ditelusuri oleh pemakai bahasa.
Bentuk yang disingkat seperti PBB. Kata itu bisa mengacu pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa, persatuan baris-berbaris, Partai Bulan Bintang, dan bisa
juga pada pajak bumi bangunan. Ini tentu
saja memerlukan konteks kalimat yang tepat. Begitu juga bentuk singkat dok (untuk sapaan dokter), kep (untuk kapten), dan prof (untuk profesor) juga memerlukan
pemerian yang tepat.
Kreativitas lain dengan cara menggabungkan dua atau lebih kata yang
sudah ada. Kita temukan gabungan seperti peti
es atau dipetieskan (untuk
menyebut masalah hukum yang tidak diteruskan), bangku cadang atau dibangkucadangkan
(untuk pemain pengganti), dan alih fungsi
atau dialihfungkan (untuk hal yang berganti).
Pendeknya, daya guna akronim, singkatan, pemendekan, dan
penggabungan kata seperti di atas akan memperkaya diksi dan ketepatan memilih
kata. Terkesan unik, menggelitik, dan
menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar