KATA dimarundakan sengaja menjadi
ulasan karena menggelitik rasa bahasa. Kata itu muncul seiring dengan aksi
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan yang memindahkan warga Rawajati ke
Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Oleh awak berita, pemindahan itu dilabeli ‘dimarundakan’.
Memang pembentukan kata seperti itu bukan yang pertama. Sebut saja ada kata dipolisikan,
dibangkucadangkan, dan dirumahkan. Bagaimana
kedudukan kata-kata itu dalam bahasa Indonesia?
Secara sintagmatik, kata dipolisikan, dibangkucadangkan, dan dirumahkan dibentuk dari kata dasar yang berkelas sama,
yakni nomina (baca: benda) polisi, bangku
cadang, dan rumah.
Dasar-dasar itu juga menerima awalan yang sama, yakni awalan di- dan
akhiran –kan. Pun bila disandingkan dengan kata dimarundakan, prediksi sintagmatiknya menunjukkan kata dasar marunda juga
berkelas nomina. Kelas turunannya pun (setelah dilekatkan imbuhan) sama. Sampai
tahap ini tidak ada masalah.
Akan tetapi, bila
menganalisis secara makna, kita akan menemukan hal tidak tidak sama. Berbeda
dan sedikit semena. Lihatlah dasar rumah yang bermakna tempat atau lokatif. Kita bisa
memastikan rumah memang menjadi tempat tinggal. Kata dirumahkan berarti ‘tinggal di rumah atau diminta untuk
berada di rumah’. Pun kata bangku cadang, yang juga merujuk tempat duduk untuk para pemain
pengganti. Makna harfiah dibangkucadangkan juga diposisikan di bangku khusus untuk pemain
cadangan.
Kedua kata itu rupanya tidak semakna dengan
kata polisi. Nyata-nyata kata polisi tidak merujuk tempat, tetapi mengacu lembaga atau
instansi. Kalau ingin dipaksakan sama, seharusnya kata dipolisikan
diubah menjadi dikantorpolisikan. Artinya pun bergeser, tidak bermakna diadukan
kepada polisi, tetapi dibawa ke kantor polisi.
Sekarang kita sandingkan dengan
kata marunda. Secara administratif, Marunda merupakan wilayah di
Jakarta Utara, yang notabene berciri lokatif dan tempat. Kata dimarundakan
berarti pula diminta berada atau tinggal di (daerah) Marunda. Makna itu segaris
dengan kata dirumahkan dan dibangkucadangkan. Namun, sekali lagi tidak sama dengan dipolisikan.
Sampai tahap ini, kata dirumahkan, dibangkucadangkan, dan dimarundakan berterima secara morfofonemik dan semantik.
Sebaliknya, kata dipolisikan tertolak, baik untuk makna diadukan kepada polisi
maupun dibawa ke kantor polisi. Hal itu semata-mata hanya kata benda yang
berciri lokatif bisa diturunkan dengan imbuhan verba: di-/-kan atau
me-/-kan.
Sebaliknya, kata benda
yang tidak berciri lokatif tidak dapat dibentuk dengan imbuhan itu. Sebagai
contoh, kita tidak bisa membuat kata dipensilkan,
dibajukan, atau disandalkan.
Itu semata-mata karena ketiga contoh itu berciri alat. Akan tetapi, kita bisa
membentuk kata diindonesiakan, dibukukan, atau disampingkan.
Kata diindonesiakan
memiliki ciri semantik ‘menjadi seperti Indonesia, milik Indonesia, atau bisa
pula memiliki arti dipulangkan ke Indonesia’. Sebagai pemisalan, ketika TKI
dideportasi dari negara lain, itu bisa disebut diindonesiakan,
yang bermakna diminta tinggal di Indonesia atau dipulangkan ke Indonesia.
Dari ulasan itu dapat
dikatakan bahwa pembentukan kata dapat diprediksi kebenarannya secara
sintagmatik dan paradigmatik. Titik tekan sintagmatik terletak pada
perbandingan kata secara atas-bawah, sedangkan paradigmatik memprediksi kata
yang terletak di sebelah kanan atau kiri. Prinsip itu menentukan pengisi kata
berikutnya dari susunan itu.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus