Mungkin
terlalu sering kita mendengar kata kw
dan jadul. Di tempat seperti
pertokoan mewah, toko bangunan, atau di ruang-ruang publik, kata-kata itu kerap
terdengar. Terkadang pula kita yang justru mengucapkan kata-kata itu. Alih-alih kw
untuk kwalitas dan jadul untuk akronim jaman
dulu. Lihat saja kalimat Ia membeli jam
tangan kw dan Lagunya jadul.
Dua
kata itu enak dituturkan, tetapi salah di tataran bahasa. Kw yang dipersepsikan sebagai standar mutu
produk rendah disingkat dari kata kwalitas.
Padahal, kata kwalitas juga merupakan
kata yang tidak baku, yang seharusnya 'kualitas'. Kata ini merupakan serapan
visual dari bahasa Inggris quality.
Serapan
quality menjadi kualitas hanya menyesuaikan seperlunya. Bentuk -ity dalam bahasa Inggris memang distandarkan menjadi -tas dalam bahasa Indonesia, sedangkan
huruf q disesuaikan menjadi k. Jadi, dari mana muncul huruf w dalam kwalitas?
Dalam
ragam lisan, memang dimungkinkan bentuk-bentuk pelancar w pada kata yang memiliki dua vokal berdekatan, seperti pada kata uang (terdengar uwang). Sebaliknya, bunyi pelancar ini tidak berlaku pada ragam
tulis, yang notabene harus merujuk Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Sekarang,
bila tetap ingin memendekkan kata, Anda harus merujuk pada kata kualitas, bukan lagi dari kwalitas. Bisa dengan bentuk pendek kua sehingga akan muncul kua-1 atau kua-2 untuk
sebutan produk berkualitas rendah atau sangat rendah. Bisa juga dengan
menggunakan kata yang bersinonim dengan kualitas, yakni mutu. Yang artinya bisa
beralih pada mutu-1, 2, atau 3 untuk kualitas produk di bawah super. Alternatif lain bisa memakai 'samaran' kata
mutu dengan huruf M-1, M-2, atau M-3 atau menyingkat kualitas dengan K sehingga
ada K-1, K-2, atau K-3.
Bagaimana
pula dengan akronim jadul? Seperti halnya
kw, jadul dipendekkan dari kata yang
salah, yakni jaman dulu. Bila merujuk
KBBI, kata yang baku ialah 'zaman', bukan jaman
sehingga bila diakronimkan akan menjadi
'zadul' bukan jadul. Namun, mengapa
kesalahan ini kerap terjadi? Lihat saja pada kata lain, seperti 'rezeki' yang
berganti rejeki atau kata 'gizi' yang
menjadi giji. Terjadi pula pada nama
orang seperti 'Marzuki' menjadi Marjuki
atau 'Zaki' menjadi Jaki.
Di
dalam kajian morfofonemik bunyi z dan
j bukan dari bunyi pasangan yang
berdekatan. Bunyi z dihasilkan dengan
bunyi prekatif (bunyi geseran gigi dan lidah), sedangkan bunyi j muncul dari menekan lidah ke
langit-langit. Ini berarti, pertukaran bunyi z menjadi j tidak
seharusnya terjadi.
Nah,
sekarang Anda pantas berpikir ulang. Gunakan kw dan jadul yang enak,
tetapi salah atau beralih pada K atau
M, serta zadul yang enak dan juga baku.
Oleh:
Suprianto Annaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar