Sabtu, 29 Oktober 2016

Kw yang Jadul



                Mungkin terlalu sering kita mendengar kata kw dan jadul. Di tempat seperti pertokoan mewah, toko bangunan, atau di ruang-ruang publik, kata-kata itu kerap terdengar. Terkadang pula kita yang justru mengucapkan kata-kata itu.  Alih-alih kw untuk kwalitas dan jadul untuk  akronim jaman dulu. Lihat saja kalimat Ia membeli jam tangan kw dan Lagunya jadul.
                Dua kata itu enak dituturkan, tetapi salah di tataran bahasa.  Kw yang dipersepsikan sebagai standar mutu produk rendah disingkat dari kata kwalitas. Padahal, kata kwalitas juga merupakan kata yang tidak baku, yang seharusnya 'kualitas'. Kata ini merupakan serapan visual dari bahasa Inggris quality.  
                Serapan quality menjadi kualitas hanya menyesuaikan seperlunya. Bentuk -ity dalam bahasa Inggris memang distandarkan menjadi -tas dalam bahasa Indonesia, sedangkan huruf q disesuaikan menjadi k. Jadi, dari mana muncul huruf w dalam kwalitas?
                Dalam ragam lisan, memang dimungkinkan bentuk-bentuk pelancar w pada kata yang memiliki dua vokal berdekatan, seperti pada kata uang (terdengar uwang). Sebaliknya, bunyi pelancar ini tidak berlaku pada ragam tulis, yang notabene harus merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia.
                Sekarang, bila tetap ingin memendekkan kata, Anda harus merujuk pada kata kualitas, bukan lagi dari kwalitas. Bisa dengan bentuk pendek kua sehingga akan muncul kua-1 atau kua-2 untuk sebutan produk berkualitas rendah atau sangat rendah. Bisa juga dengan menggunakan kata yang bersinonim dengan kualitas, yakni mutu. Yang artinya bisa beralih pada mutu-1, 2, atau 3 untuk kualitas produk di bawah super.  Alternatif lain bisa memakai 'samaran' kata mutu dengan huruf M-1, M-2, atau M-3 atau menyingkat kualitas dengan K sehingga ada K-1, K-2, atau K-3.
                Bagaimana pula dengan akronim jadul? Seperti halnya kw, jadul dipendekkan dari kata yang salah, yakni jaman dulu. Bila merujuk KBBI, kata yang baku ialah 'zaman', bukan jaman sehingga bila diakronimkan  akan menjadi 'zadul' bukan jadul. Namun, mengapa kesalahan ini kerap terjadi? Lihat saja pada kata lain, seperti 'rezeki' yang berganti rejeki atau kata 'gizi' yang menjadi giji. Terjadi pula pada nama orang seperti 'Marzuki' menjadi Marjuki atau 'Zaki' menjadi Jaki.
                Di dalam kajian morfofonemik bunyi z dan j bukan dari bunyi pasangan yang berdekatan. Bunyi z dihasilkan dengan bunyi prekatif (bunyi geseran gigi dan lidah), sedangkan bunyi j muncul dari menekan lidah ke langit-langit. Ini berarti, pertukaran bunyi z menjadi j tidak seharusnya terjadi.  
                Nah, sekarang Anda pantas berpikir ulang. Gunakan kw dan jadul yang enak, tetapi salah atau beralih pada K atau M, serta zadul yang enak dan juga baku.              
                                                                                                                                Oleh: Suprianto Annaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar