Rupanya
urusan menggabungkan kata tidak selalu mudah. Terkadang membingungkan dan
memantik debat bagi pemakainya. Selain
makna, urutan kata dalam gabungan itu pun terkadang menjadi tanya.
Sebagai
contoh, gabungan kata pulang pergi atau
pergi pulang. Mana yang berterima?
Konstruksi pergi pulang tentu berpangkal
pada aspek logika. Gabungan itu tentu saja ikonis: diawali dengan aktivitas 'pergi'
lalu 'pulang'.
Senada
pula dengan kata naik turun. Dasar
berpikirnya ialah posisi orang kebanyakan berada, yakni di permukaan bumi.
Datar dan landai. Ketika berada di bukit atau gunung, aktivitas seorang akan
disebut naik (mendaki) bukit atau naik gunung. Bahwa ada aktivitas sebaliknya,
yakni turun bukit dan turun gunung, menjadi kegiatan pengiring.
Kata
lain yang senapas dengan dua kata di atas ialah keluar masuk, jual beli, maju mundur, dan tarik
ulur. Gabungan kata-kata itu menunjukkan urutan kegiatan berlogika. Kata keluar masuk (bukan masuk keluar) dipahami dari hakikat awal manusia berada atau
berdiam, yakni di rumah. Rumah diyakini awal segala kegiatan anak manusia
dimulai.
Bagaimana
kalau seseorang mendatangi sebuah tempat, katakanlah mal? Tentu aktivitas itu
akan diawali dengan aktivitas masuk, kemudian keluar, bukan? Apakah itu disebut
masuk keluar mal? Bagaimana pula bila
seorang residivis kambuhan yang masuk keluar
penjara? Secara logika aktivitas itu berkonstruksi masuk keluar. Sesungguhnya yang terjadi ialah aktivitas masuk lebih
dahulu daripada aktivitas keluar. Namun, mal dan penjara bukan tempat menetap
selamanya. Sebutan masuk keluar mal (dan
penjara) hanya menunjukkan urutan. Berlogika. Akan tetapi, bila dikonstruksi keluar masuk, seperti halnya keluar masuk rumah, bisa diterima
sebagai gabungan kata yang berupa majemuk.
Pun
aktivitas kata jual beli. Kegiatan
menjual diyakini lebih dulu dari aktivitas membeli. Tentu tidak ditemukan gabungan
kata beli jual. Tertolak secara akal
dan realitas. Sama halnya dengan maju mundur. Naluri melangkah manusia
pasti ke depan (maju) , bukan mundur.
Satu
lagi, kata tarik ulur (bukan ulur tarik). Diyakini bahwa kegiatan
menarik lebih awal daripada mengulur. Naluri menarik dilakukan bahwa manusia
menginginkan sesuatu (benda) berada di dekatnya sehingga benda yang berat
(tidak dapat diusung, dijinjing, atau diangkat) akan ditarik.
Lalu
bagaimana dengan kata bapak ibu, adik
kakak, dan tua muda? Mengapa
tidak lazim bila dikonstruksi ibu bapak, kakak adik, muda tua, dan pendek
panjang? Secara realitas, lelaki diposisikan sebagai pemimpin. Penyebutan kata
bapak terlebih dahulu sebelum kata ibu (terutama dalam sapaan pidato) merupakan
bentuk penghormatan pada hakikat pemimpin. Konstruksi itu berirama sama dengan
kata tua muda.
Tentu
berbeda hal dengan kata adik kakak.
Gabungan itu tidak menunjukkan bahwa adik lebih dihormati dibandingkan kakak.
Akan tetapi, realitas keseharian menunjukkan bahwa adik memerlukan perhatian,
perlindungan, atau penjagaan dari orang dewasa di sekitarnya, termasuk kakak.
Pengurutan itu merelasikan tanggung jawab semata.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa bahasa merupakan kerja otak yang berlogika: dapat
dipahami sebagai realisasi yang berunut, berklimaks, dan berurut. Bila tidak berlogika
sama dari unsur pembentuknya, kata itu merupakan majemuk. Ditafsirkan dari
unsur pembentuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar